Indonesia, el mayor país archipelágico del mundo, tiene intención de sincronizar sus tres husos horarios en octubre de 2012. El sector empresarial, especialmente el de los operadores de viajes, aplaudió el plan diciendo que el huso horario sincronizado con capitales financieras de Asia, como Seúl, Hong Kong y Singapur impulsaría las actividades de negocios y el turismo.
Sin embargo, el exvicepresidente Jusuf Kalla dijo que el plan es «ilógico», mientras que el Consejo Indonesio de Ullemas (MUI) dijo [en] que el cambio va a confundir a los creyentes religiosos.
Según el bloguero Rusrian Yuzaf, el cambio de hora influirá [id] en los hábitos de la gente, incluyendo los hábitos de oración de los musulmanes indonesios:

Durante el día en Bromo Mountain, East Java. Foto en Flickr de Robertus B. Herdiyanto bajo licencia Creative Commons.
Teman-teman muslim yang tinggal di Jayapura misalnya tentu waktu subuhnya menjadi sekitar jam 3 atau jam 4 pagi (GMT +8). […] Secara geografis kebijakan satu zona waktu ini mungkin tidak cocok untuk di terapkan di Indonesia. Belum lagi sebagian besar penduduk di negara ini beragama Islam. Toh jika nantinya ada lagi kebijakan mengenai jam masuk kantor dan jam istirahat diserahkan kepada masing-masing daerah disesuaikan dengan letak geografis masing-masing ngapain susah-susah merubah zona waktu.
Indoflyer es un sitio web para los entusiastas de la aviación del país. En su foro, los usuarios están debatiendo los beneficios económicos de un huso horario unificado. El usuario afterburner de Indoflyer dijo [id]:
Untuk menjadi sebuah negara yang maju, penyatuan zona waktu bukan satu-satunya jalan. Tapi kalau memang bisa membantu mempercepat kemajuan, mengapa tidak? […]
Saya pribadi sih suka kalo Jakarta jadi GMT+8. Berangkat kantor udara belum panas, pulang kantor langit masih terang, tapi sudah tidak terlalu panas. Hal yang sama berlaku juga untuk kota-kota di zone WIB lainnya. Tapi penyatuan zone waktu ini bisa bermasalah untuk masyarakat yang tinggal di daerah zona WIT. Meraka berangkat kerja ketika matahai sudah tinggi, dan pulang ketika matahari sudah terbenam.
Personalmente, me gusta que Jakarta esté en GMT+8. El tiempo será demasiado caluroso durante el camino al aeropuerto, de camino a casa todavía será de día pero templado. El mismo caso se aplicará en otras ciudades en el huso horario del centro de Indonesia (WIB). Sin embargo, la unificación de las zonas horarias se convertirá en un problema para las personas que viven en el huso horario del este de Indonesia (WIT). Van a ir a trabajar cuando el sol ya haya salido y volverán a casa cuando el sol se haya puesto.
Mientras que el usuario fadelart dijo [id]:
Ane yang tinggal di Kaltim GMT+8 heran pas pertama kali ke Surabaya bangun saur jam setengah 4 udah pada imsyak
Kalau satu-satu cuma itu jalan terbaik buat kepentingan bisnis indonesia ane setuju aja.
Si la unificación es lo mejor para los negocios en Indonesia, estoy de acuerdo (con el plan).
El astrónomo Marufin Sudibyo, que escribió su análisis [id] en Kompasiana, una división de periodismo ciudadano de un periódico local, dijo que la zona horaria unificada puede tener graves consecuencias:
penerapan WKI membawa sejumlah implikasi serius setidaknya pada dua hal. Pertama, terkait waktu Matahari dan ritme kerja. Waktu Matahari adalah waktu intrinsik yang dimiliki Matahari oleh posisinya akibat rotasi Bumi, yang nampak secara gamblang dalam terbit dan terbenam. Waktu Matahari ini amat berbeda-beda bagi setiap kawasan di Indonesia. Meski waktu Matahari tidak terganggu oleh rekonfigurasi zona waktu di bagian Bumi manapun, namun aplikasi setempatnya dalam waktu sipil akan turut berubah.
Si el gobierno va a seguir adelante con el plan, entonces no debería apresurarse a ponerlo en práctica y la población debería ser informada a fondo. Sudibyo explica:
implementasi WKI sebaiknya mulai berjalan per 1 Januari 2013. Pertimbangannya, selain meminimalkan gejolak publik (meskipun gejolaknya takkan bakal separah resistensi kenaikan harga BBM), tidak terburu-buru dan juga menyediakan rentang waktu lebih lama guna melaksanakan sosialisasi. […]
Kita belum mendapatkan satu gambaran utuh bagaimana Indonesia setelah penerapan WKI, khususnya dari dua kawasan ekstrim : kawasan terbarat dan tertimur Indonesia. Janganlah pembicaraan mengenai WKI hanya datang dari kementerian-kementerian bidang ekonomi tanpa menyertakan Kementerian Agama, padahal WKI memiliki implikasi cukup luas dalam aspek religi (khususnya bagi Umat Islam di Indonesia).
No tenemos una imagen clara de lo que sucedería si WKI se lleva a cabo, especialmente en las dos regiones en las partes más occidentales y orientales del país. Las discusiones sobre WKI no deben ser iniciadas solamente por el Ministerio de Economía. El Ministerio de Asuntos Religiosos debe participar en las discusiones, ya que WKI tendría amplias repercusiones en los aspectos religiosos (sobre todo para los musulmanes de Indonesia).